BANK INDONESIA
Bank
Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik
Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan
jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk
mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang
tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan
mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif
dan efisien.
BI
juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di
Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Darmin Nasution menjabat posisi sebagai
Gubernur BI menggantikan Boediono yang menjadi Wakil Presiden.
Kebijakan
Perbankan Indonesia
Dengan memandang bahwa pengelolaan
ekonomi makro kedepan masih harus berhadapan dengan risiko global dan
kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank
Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka:
- Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.
- Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.
- Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
- Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK).
- Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat
Pada tahun 2012, kebijakan moneter akan
diarahkan dalam rangka melanjutkan stabilisasi di sektor keuangan serta
menjangkar BI Rate yang konsisten dengan upaya mengoptimalkan stimulus pada
perekonomian, namun dengan tetap memperhatikan pencapaian sasaran inflasi.
Respon
suku bunga akan diarahkan agar konsisten untuk pencapaian sasaran inflasi IHK
sebesar 4,5 persen ± 1 persen pada tahun 2012 dan 2013, sekaligus untuk menjaga
momentum penguatan ekonomi dan memitigasi risiko dari perlambatan ekonomi
global. Kebijakan suku bunga ini akan dilengkapi dengan kebijakan makro
prudensial, untuk memitigasi risiko kerentanan pada sektor-sektor konsumtif
yang pertumbuhannya tidak sustainable atau berpotensi mengalami pengelembungan
harga aset (asset bubble).
Strategi operasi kebijakan moneter akan
tetap diarahkan untuk menjaga kestabilan suku bunga di pasar uang rupiah,
mendukung stabilitas nilai tukar, dan memelihara stabilitas pasar keuangan.
Saya memandang, bentuk stabilitas tersebut perlu memberikan ruang yang lebih
luas bagi pendalaman pasar keuangan nasional.
Oleh karena itu, operasi moneter akan
bertumpu pada instrumen-instrumen yang secara langsung dapat menghidupkan
aktifitas transaksi di pasar uang seperti, transaksi pasar uang rupiah antar
bank (PUAB), Repurchase Agreement (Repo) dan swap. Dengan demikian, ini akan
mendorong pengelolaan likuiditas perbankan secara lebih sehat dan efisien. Bank
Indonesia juga melihat perlunya langkah-langkah untuk melanjutkan proses
‘re-alignment’ struktur suku bunga di pasar keuangan melalui berbagai
penyempurnaan dalam mekanisme operasi pasar terbuka (OPT).
Kebijakan Bank Indonesia di nilai tukar
akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan memperhatikan
pencapaian keseimbangan internal dan eksternal perekonomian, serta memberikan
kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan
stabilisasi nilai tukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban
penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di
bank domestik. Bank Indonesia juga tengah me-review ketentuan-ketentuan untuk
memperkaya instrument di pasar valas dalam rangka menghidupkan transaksi
lindung nilai (hedging).
Dalam rangka pengendalian inflasi di
daerah, Bank Indonesia akan mengoptimalkan fungsi Kantor Bank Indonesia (KBI)
sebagai fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan di daerah, terutama
di wilayah timur Indonesia dimana disparitas pertumbuhannya masih cukup lebar.
KBI akan didorong untuk menjalankan fungsinya secara efektif, dengan memperkuat
jalinan hubungan dengan Pemerintah Daerah. Pelaksanaa tugas TPID (Tim
Pengendalian Inflasi Daerah) ke depan akan ditopang dengan sistem informasi
harga barang strategis terutama mencakup informasi mengenai produksi dan stok
secara nasional. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut memerlukan komitmen yang
kuat dan dukungan dari banyak pihak termasuk dari kementerian terkait seperti
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah
Daerah.
Di bidang perbankan, kebijakan akan
diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara peningkatan daya saing dan
memperkuat ketahanan perbankan, dengan tetap mendorong intermediasi bank
termasuk memperluas akses masyarakat ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah.
Dalam rangka meningkatkan daya saing
perbankan, kebijakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akan dilanjutkan untuk
memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik sehingga sasaran kebijakan
dapat tercapai. Sebagai tindak lanjut dari sisi pengawasan bank, akan
ditingkatkan enforcement ketentuan dengan mewajibkan Rencana Bisnis Bank (RBB)
mencantumkan target-target peningkatan efisiensi dan penurunan suku bunga
kredit pada level yang wajar. Bank Indonesia juga tengah “mengkaji” praktek
pemberian tingkat bunga dana pihak ketiga (DPK) di atas tingkat bunga yang
ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta mengkaji pembatasan
pemberian hadiah bagi nasabah.
Kebijakan penguatan ketahanan perbankan
dilakukan melalui peningkatan permodalan dalam rangka mendukung pertumbuhan
ekonomi ke depan dan antisipasi perubahan siklus bisnis. Melalui kebijakan ini
perbankan Indonesia akan lebih siap dalam mengantisipasi berbagai risiko karena
dapat di-cover dengan permodalan yang mencukupi.
Aspek perlindungan nasabah dan tata
kelola perbankan juga merupakan dua aspek yang perlu memperoleh perhatian.
Beberapa kasus fraud di perbankan yang menyita perhatian pada tahun 2011
memerlukan penataan kembali kebijakan terkait dengan kedua aspek di tersebut.
Oleh karena itu, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan
untuk menyempurnakan aspek perlindungan nasabah dan calon nasabah.
Lebih lanjut, untuk peningkatan
kualitas tata kelola perbankan, Bank Indonesia akan menyempurnakan ketentuan
transparansi laporan keuangan, khususnya yang terkait laporan keuangan
publikasi, dan pengaturan terhadap akuntan publik yang digunakan oleh
perbankan. Bank Indonesia juga terus mengkaji kebijakan kepemilikan di
perbankan dan kebijakan multi-license seiring dengan semakin kompleksnya
kegiatan usaha bank.
Di
luar aspek penguatan daya saing dan ketahanan perbankan, Bank Indonesia akan
mendorong intermediasi perbankan melalui beberapa langkah sebagai berikut :
- Melanjutkan upaya mendukung perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat khususnya layanan perbankan bagi masyarakat pedesaan berbiaya rendah, termasuk peningkatan kualitas program Tabunganku, pengembangan edukasi keuangan, pelaksanaan Financial Identity Number dan pelaksanaan survei literacy.
- Memfasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Disamping itu, akan pula dikaji mengenai berbagai hambatan dalam pembiayaan untuk sektor-sektor yang tingkat pertumbuhan kreditnya masih relatif rendah. Terkait dengan kebutuhan pembiayaan sektor-sektor yang secara komersial tidak diminati oleh perbankan namun memiliki peran strategis dalam perekonomian, Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah akan mengembangkan berbagai skim pembiayaan.
Upaya peningkatan daya saing dan tata
kelola juga akan menjadi arah kebijakan perbankan Syariah. Selain itu akan
didorong pengembangan produk dan aktivitas perbankan syariah. Strategi
pengembangan BPRS ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPRS sebagai
community bank yang sehat, kuat, produktif, serta fokus pada penyediaan
pelayanan jasa keuangan kepada UMKM dan masyarakat setempat di daerah.
Seperti juga dengan industri perbankan
yang diharapkan dapat menurunkan biaya perekonomian, area jasa pembayaran
(financial services) juga memiliki tujuan serupa. Area jasa pembayaran ini
mencakup baik sistem pembayaran yang kita telah kenal, baik tunai dan
non-tunai, serta setelmen (penyelesaian transaksi).
Bank Indonesia berketetapan untuk
mengambil posisi kepemimpinan dalam menentukan arah kebijakan pengembangan jasa
pembayaran ke depan. Koordinasi kebijakan antar instansi dan otoritas akan
terus dibutuhkan, terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang
melibatkan pihak di luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran
nasional ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu :
- Pertama, peningkatan keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional;
- Kedua, peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara jasa pembayaran.
- Ketiga, peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen.
Berbagai program pengembangan jasa
pembayaran nasional dituangkan dalam cetak biru, yang secara terpadu menjadi
pedoman dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman dan handal.
Sudut
Pandang Manajemen Perusahaan
Merupakan suatu hal yang penting untuk
melihat bagaimana dewan direksi dan manajemen senior memilih untuk melaporkan
seluruh aktivitasnya kepada stakeholder. Hal ini secara signifikan akan
menunjukkan bagaimana perusahaan dijalankan. Laporan tersebut menunjukkan
prioritas, kebijakan, dan bagaimana kinerja perusahaan dari sudut pandang dewan
direksinya. Inilah mengapa bank-bank besar di dunia menetapkan standar
pelaporan yang tinggi tentang bagaimana perusahaan dikelola.
Sumber Dari:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar